Rabu, 30 November 2016

Apa itu Geisha? Fakta & Sejarah Gadis Penghibur Jepang

Ohayou.., mimin mau share info tentang Geisha nih, yuk dibaca…

Geisha seakan menjadi “makhuk” misterius dan menjadi salah satu profesi tradisonal yang sering disalahmengertikan. Tak kurang Arthur Golden menerbitkan buku yang berjudul Memoirs of a Geisha yang kemudian diangkat ke layar lebar dengan judul yang sama. Dalam bahasa Jepang “orang seni” atau orang yang terampil dalam seni tradisional Jepang seperti musik, tari, menyanyi dan upacara minum teh.

Pada awalnya, pria yang mengambil peran ini. Seiring jumlah pria yang tertarik menekuni bidang ini menurun, maka para wanita segera mengambil alih. Sebagian wanita yang menjadi geisha merupakan mantan pelacur, tapi sebagian besar tidak. Tradisi geisha yang dilakoni perempuan kemudian semakin tertanam kuat. Mereka memiliki hierarki dan kode etik yang ketat.

Sebagian besar geisha tinggal di sebuah rumah yang disebut okiya, yang dimiliki oleh seorang wanita yang biasanya mantan geisha. Kebanyakan okiya memiliki geisha utama, para magang dan pelayan. Tak jarang para gadis dijual kepada okiya. Mereka tidak bisa pergi sebelum melunasi biaya pembelian mereka kepada pemilik okiya. Gadis-gadis ini lantas dilatih di sekolah-sekolah lokal dan memiliki guru yang mengkhususkan diri dalam berbagai bidang seperti shamisen, tari, flute, drum dan upacara minum teh.

Saat mereka mendekati usia magang, okiya akan bernegosiasi dengan geisha senior untuk menjadi mentor magang atau “kakak”. Sang kakak akan membantu mempromosikan si magang dan mengajarinya seni menghibur di pesta-pesta, mulai dari cara memulai percakapan cerdas sampai cara menuang sake. Sang kakak akan mendapatkan sebagian upah si adik sebagai biaya pelatihan yang dulu telah diberikannya.

Kebanyakan orang mengira geisha adalah pelacur. Faktanya, geisha sejati jarang terlibat hubungan seksual dengan pelanggannya. Peran utama geisha adalah sebagai penghibur. Para geisha biasanya dipanggil ke pesta dimana mereka bertugas menghidupkan suasana dengan menari, menyanyi atau cara lain.

Seorang geisha mungkin memiliki pelindung pribadi atau danna. Hubungan ini biasanya bersifat seksual, meskipun terjadi di luar lingkungan kerja normal. Pada umumnya seorang pria kaya yang mampu membayar biaya sekolah, pelajaran, resital pribadi dan bahkan pakaian seorang geisha. Dengan memiliki danna, seorang geisha mampu memutuskan hubungan dengan okiya dan hidup secara mandiri jika dia menginginkannya.

Geisha mempelajari berbagai seni tradisional Jepang dengan serius, bahkan hingga sekarang. Jumlah mereka terus menurun, namun masih ada wanita Jepang yang tetap melakoninya. Wilayah Jepang yang paling terkenal dengan geisha nya adalah Kyoto. Wisatawan masih bisa melihat gadis-gadis muda ini memakai kimono penuh ornamen dan menjalankan peran tradisional berusia berabad-abad sebagai penghibur.

Source : http://www.amazine.co/28017/apa-itu-geisha-fakta-sejarah-gadis-penghibur-jepang/, Japan Course (@ine0489k)

Sabtu, 26 November 2016

Belajar Tentang Indonesia, Mahasiswa Jepang Mengamen di Kota Tua

Jakarta - Banyak cara dilakukan orang untuk belajar. Bisa di kelas, di ruang terbuka, di rumah, di mana saja asal ada keinginan untuk melakukannya.

Demikian juga, belajar tentang nilai-nilai yang dimiliki suatu negara dapat dilakukan dengan menonton film atau membaca buku. Namun, rasanya kurang pas kalau kita tidak langsung datang ke negara itu dan berinteraksi dengan orang-orangnya.

Mengamen! Itulah cara unik dan menantang yang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa dari Jepang. 14 orang mahasiswa Universitas Chuo, Tokyo, yang terdiri dari 4 orang laki-laki dan 10 orang perempuan mengekspresikan keberanian mereka dalam berinteraksi dengan masyarakat Indonesia melalui lagu yang mereka bawakan. Kota Tua yang menjadi sasarannya.

Senin (14/8) malam, suasana Kota Tua yang dibasahi rintik hujan itu terasa lebih hangat dari biasanya manakala kelompok mahasiswa yang dipimpin oleh Prof. Dr. Hisanori Kato itu menyanyikan lagu “Indonesia Pusaka” dalam dua versi bahasa.

Bendera Indonesia seakan menjadi saksi kekhidmatan mereka dalam mengalunkan lagu itu. Selain itu, mereka juga menyanyikan lagu Jepang yang pernah sangat populer di era 80-an, yakni Kokoro no Tomo.

Pengunjung yang hilir mudik di area itu, tidak sedikit yang keheranan melihat aksi mereka. Ada yang berhenti sebentar hanya untuk melihat, ada yang nimbrung ikut menyanyi, bahkan ada juga yang ingin dipotret bersama “artis amatir” itu.

Di negara mereka sendiri, mungkin itu menjadi hal yang mustahil. Tetapi, keterbukaan masyarakat Indonesia dalam menerima “orang asing”, keramahan, dan kehangatan menjadi magnet yang kuat bagi mereka untuk berani tampil di depan orang banyak.

Aksi mengamen tersebut tentu saja memiliki tujuan, di antaranya menapak tilasi tumbuhnya kecintaan guru mereka, Hisanori Kato terhadap negeri ini.

Ya, mengamen pernah dilakukan lelaki berkaca mata itu kurang lebih 2 dekade yang lalu. Tujuannya ingin menumpahkan dendamnya pada Indonesia. Namun, apa dikata, semua itu tak terbalaskan, melainkan sirna oleh senyuman, tepukan, dan sambutan hangat  orang Indonesia yang menerimanya dengan tangan terbuka.

Source : http://www.republika.co.id/berita/komunitas/aksi-komunitas/16/08/22/ocaset280-belajar-tentang-indonesia-mahasiswa-jepang-mengamen-di-kota-tua, Japan Course (@ine0489k)

Jumat, 25 November 2016

Kembali Menolak Pensiun, Miyazaki Kembali Mengerjakan Animasi Untuk Film Terbaru Ghibli

Ada penggemar anime studio ghibli?
Yukk dibaca…
Salah satu sosok legendaris di dunia animasi yang sering mengeluhkan kondisi anime saat ini, Hayao Miyazaki dikabarkan akan kembali dari masa pensiunnya dan mengurus sebuah film animasi buatan Ghibli.
Hal ini diungkapkan Miyazaki dalam acara spesial NHK TV Owaranai no Hito (Manusia Yang Belum Selesai). Dia mengungkapkan akan membuat film pendek dengan teknik animasi CG berjudul Boro the Caterpillar untuk Museum Ghibli. Merasa tidak puas karena hanya diberi jatah 12 menit, ia menarik produser Ghibli Toshio Suzuki pada bulan Agustus untuk mengerjakan film ini dalam durasi yang lebih panjang.
Miyazaki menargetkan film ini akan selesai pada tahun 2020 bertepatan dengan Olimpiade Musim Panas 2020 yang akan berlangsung di Jepang. Miyazaki sudah merencanakan cerita dari Boro the Caterpillar semenjak dua puluh tahun lalu, ia menjabarkan bahwa film ini bercerita tentang ulat kecil yang bisa dihancurkan oleh tangan manusia saking kecilnya. Pihak Ghibli belum berkomentar banyak soal proyek film terbaru dari Miyazaki.
Legenda hidup yang berusia 76 tahun ini sudah berkali-kali menyatakan ingin pensiun dari dunia anime. Pertama kali ia mengumumkan akan mundur dari dunia animasi ketika ia menyelesaikan Princess Mononoke pada tahun 1998 dan menyatakan akan benar-benar berhenti dari dunia animasi pada tahun 2013 ketika ia menyelesaikan The Wind Rises yang sukses menjadi film dengan penjualan tertinggi di Jepang pada tahun 2013. Dia juga sering mengkritisi kondisi anime jaman sekarang yang dipenuhi dengan otaku dan kurangnya interaksi manusia yang normal dalam dunia anime sekarang.
Yaa karena rencana masih akan dirilis musim panas 2020 kita nantikan saja bagaimana filmnya nanti...
Source : http://jurnalotaku.com/2016/11/14/miyazaki-kembali-kerja-di-ghibli/

Kamis, 24 November 2016

Kota Hida yang Jadi Latar Kimi no Na wa, Malah Kesulitan Menonton Film Anime ini

Pada tanggal 6 November 2016, telah diadakan screening film anime popular “Kimi No Na Wa” di Kota Hida, Prefektur Gifu, Jepang. Kota ini adalah kota yang menjadi latar belakang terjadinya cerita di dalam anime tersebut, namun karena di kota tersebut tidak ada bioskop, maka penduduk setempat baru bisa menonton anime yang telah rilis sejak Agustus 2016 tersebut pada kesempatan ini.
Film ini dipertunjukkan di pusat kebudayaan kota Hida sebanyak 3 kali, tiap kalinya ditonton oleh 650 orang. Penayangan filmnya dimulai dengan video pesan dari sutradara Makoto Shinkai, “Saya tidak tahu di sana tidak ada bioskop. Saya sangat senang pada hari ini, kalian bisa melihat karya ini”.
Tiket pertunjukan ini habis terjual hanya dalam waktu 2 jam sejak mulai dijualnya pada tanggal 23 Oktober 2016. Salah satu penonton bernama Sakashita Hiromi bertutur, “Suami dan anak tertua saya sudah menonton film ini di Kota Toyama, tapi saya baru nonton sekarang. Seperti kata gosip, stasiun kereta dekat rumah kami pun tergambar persis sekali”, mengungkapkan kesannya akan film ini.
Di daerah Hida di bagian utara Prefektur Gifu, tidak ada bioskop sejak bioskop di kota Takayama tutup pada tahun 2014. Pihak kota lalu mendapatkan aspirasi dari para penduduknya bahwa mereka “Ingin melihat film terkenal yang menggambarkan kampung halaman mereka di daerahnya”, dan pihak kota pun mengadakan pertunjukan ini setelah bernegosiasi dengan pihak Toei selaku pemegang hak distribusi filmnya.
Source : Japanese Station

Selasa, 22 November 2016

Musik Jepang Enka

Mimin mau bahas tentang salah satu musik Jepang nih.., yaitu Enka.. yuk disimak!

Enka (演歌) adalah salah satu genre musik pop Jepang berupa balada bernada sentimental yang secara unik mengekspresikan luapan perasaan orang Jepang. Penyanyi enka menyanyikan lagu menggunakan teknik menyanyi yang disebut melisma. Penyanyi enka sebagian besar mengenakan kimono walaupun tidak sedikit penyanyi enka yang mengenakan pakaian ala Barat.

Lagu enka sering mengangkat tema-tema seperti perpisahan, laut, pelabuhan, kereta api senja, sake, air mata, wanita, hujan dan salju. Liriknya hampir selalu berkaitan dengan patah hati atau kesedihan akibat cinta yang tidak mudah terlupakan. Maksudnya agar pendengar musik enka merasa senasib dan menjadi terhibur. Selain kesedihan akibat cinta, lagu enka juga kadang-kadang memakai tema-tema lain seperti kebahagian rumah tangga, hubungan kekeluargaan (ibu, kakak-beradik, anak perempuan, cucu), keindahan alam (gunung, sungai) dan pejudi pengembara.

Enka berawal dari seni bercerita di muka umum yanng merupakan sarana mengemukakan pendapat untuk mengkritik pemerintah lokal. Setelah pidato bernada kritik dilarang pada akhir abad ke-19, pidato disamarkan dalam bentuk lirik lagu bernada protes. Musik pengiringnya disebut enka, dan ditulis dengan aksara kanji (演歌) yang secara harfiah berarti lagu pidato, dari kata “en” (, pidato) dan “ka” (, lagu). Definisi enka sebagai lagu bernada protes mulai hilang ternyata tidak bertahan lama. Sejak pertengahan hingga akhir zaman Meiji, lirik lagu enka mulai digantikan dengan tema-tema baru yang sentimentil dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.

Source : Japan Course (@ine0489k)

Kamis, 10 November 2016

Wisata Jepang Pasar Ikan Tsukiji di Tokyo

Nihh mimin post tentang pasar di Tokyo, siapa tau disini ada yg hobby belanja nanti bisa belanja dijepang wkwk
Yuk disimakk~


Pasar Tsukiji (Tsukiji Shijō) merupakan pusat grosir besar yang menyediakan ikan, buah-buahan dan sayuran di pusat kota Tokyo. Tempat ini paling terkenal di antara lebih dari sepuluh pasar grosir yang menangani distribusi ikan, daging dan menghasilkan bunga di jantung metropolitan Tokyo. Tsukiji dikenal sebagai salah satu pasar ikan terbesar di dunia yang bertanggung jawab atas lebih dari 2000 ton produk laut perharinya. Pada musim semi 2016 nanti, diharapkan tempat ini akan dipindah ke lokasi baru di Toyosu.

Pemandangan dari beragam jenis ikan segar dan makanan laut lainnya, dan dijejali kesibukan dari skuter, truk, para penjual dan pembeli telah menciptakan lokasi ini sebagai daya tarik wisata. Bahkan, jumlah dari pengunjungnya meningkat begitu tajam beberapa tahun terakhir ini. Namun kepadatan para wisatawan cenderung tidak diantisipasi oleh infrastruktur pasar yang sebenarnya didirikan bukan untuk kepentingan wisata.

Kompleks Tsukiji meliputi sebuah pasar di bagian dalam, yang sering dijadikan pusat lelang bagi grosir-grosir di sana, dan pasar di bagian luar yang diisi oleh toko-toko eceran dan warung. Beberapa restoran juga ditemukan di bagian dalam pasar. Untuk menghindari persinggungan dengan aktivitas bisnis di sana, aturan-aturan berbeda harus dipatuhi ketika mengunjungi bagian-bagian tertentu dalam pasar.
Peta Tsukiji Market Tokyo
Mengunjungi Lelang Tuna
Jumlah pengunjung pelelangan tuna dibatasi hingga 120 orang perhari, jumlah maksimum yang mampu ditampung oleh infrastruktur pasar. Para wisatawan yang hendak melihat pelelangan harus mengajukan pendaftaran ke Osakana Fukyu Center (Pusat Informasi Ikan) di Gerbang Kachidoki. Mulai dari pukul 05.00 pada kedatangan pertama, pelayanan pertama (yang mungkin diawali lebih awal saat hari-hari sibuk). Kelompok pertama yang terdiri dari 60 pengunjung akan dimasukkan pada jam lelang antara pukul 05.25 dan 05.50, sedangkan kelompok kedua akan dimasukkan antara pukul 05.50 dan 06.15.
Pelelangan Ikan Tuna di Tokyo
Pada hari-hari sibuk, para pengunjung harus mulai berbaris rapi sebelum pukul 05.00, dan jumlahnya bisa melebihi kapasitas sehingga banyak pengunjung berikutnya yang tak bisa menyaksikan lelang. Pengunjung yang permohonannya diterima bisa menyaksikan pelelangan di lokasi yang telah ditetapkan. Mereka juga tidak diperbolehkan untuk menyaksikan lelang dari lokasi lain ataupun menggunakan kamera flash yang bisa mengganggu jalannya aktivitas bisnis.

Mengunjungi Lokasi Grosir
Lokasi grosir terdiri dari ratusan stand kecil di ruang yang luas dan sesak, di mana para penjual dan pembeli saling bergegas di sepanjang jalan sempit dengan gerobak dan truk. Lokasi ini merupakan kawasan yang menarik bagi para wisatawan yang sekadar ingin menyaksikan lelang atau mengabadikan momen dengan kamera, namun juga cenderung mengusik aktivitas dari para profesional yang sedang bekerja di sana.
Bagian Tsukiji Tokyo Grosir
Akibatnya, untuk mencegah kecelakaan dan gangguan bisnis, para wisatawan tidak diijinkan masuk ke dalam area grosir sebelum pukul 09.00 disaat puncak kegiatan bisnis sedang berlangsung. Bahkan jika berkunjung setelah pukul 09.00, para wisatawan tidak dianjurkan untuk tidak membawa barang apapun ke dalam pasar dan harus senantiasa waspada mengamati keadaan sekeliling demi menghindari aktivitas yang bisa menghambat jalan.

Mengunjungi Bagian Lain Pasar
Daripada memenuhi bagian dalam pasar, para wisatawan lebih dianjurkan untuk mengunjungi bagian luar pasar Tsukiji yang lokasinya berdekatan dengan bagian dalam dan memang disediakan untuk kebutuhan publik. Bagian luar terdiri beberapa blok toko eceran dan restoran di sepanjang jalan sempit. Di sini Anda bisa menemukan semua jenis makanan, pisau dan makanan laut segar yang disediakan dalam porsi yang lebih kecil.
Bagian Luar Tsukiji Pasar Ikan Tokyo
Kunjungan ke Pasar Tsukiji akan sangat baik jika bisa menyempatkan waktu untuk menikmati sarapan atau makan siang dengan sushi segar di salah satu restoran lokal. Ada beberapa restoran yang terletak di bagian dalam dan luar dan biasanya mulai buka pada pukul 05.00 pagi hingga sekitar tengah hari atau sore.

Sebagian Kecil Aturan Umum Bagi Para Pengunjung Pasar Tsukiji
Karena Pasar Tsukiji merupakan lokasi bisnis yang sangat serius, para pengunjung harus mematuhi beberapa aturan tambahan berikut supaya tidak mengganggu aktivitas di sana :
  • Jangan memasuki area terlarang yang hanya petugas khusus yang diperbolehkan masuk!
  • Jangan menghalangi lalu lintas!
  • Jangan membawa tas atau koper besar ke dalam pasar!
  • Jangan masuk pasar dengan mengenakan high heel atau sandal!
  • Jangan membawa anak-anak kecil atau hewan peliharaan!
  • Jangan merokok di pasar!
  • Jangan menyentuh apapun!
Pengunjung Melihat Aktifitas Pelelangan Tuna
Pasar Tsukiji terletak di bagian atas Stasiun Tsukiji Shijo di Jalur Subway Oedo atau lokasi itu dapat ditempuh selama lima menit jalan kaki dari Stasiun Tsukiji di Jalur Subway Hibiya. Stasiun JR terdekat adalah Shimbashi, di mana minna dapat berjalan kaki ke pasar dalam waktu sekitar 15 menit.

Source : www.japan-guide.com, http://pengenliburan.com/wisata-jepang-pasar-ikan-tsukiji-di-tokyo.html, Japan Course (@ine0489k)