Ok mimin akan membahas ikan yang bukan
berenang di air melainkan di udara yang
melambangkan tradisi di Jepang pada saat perayaan Kodomo no Hi yang jatuh pada
tanggal 5 Mei dan merupakan penutupan dari rentetan hari libur saat “Golden Week” di Jepang.
Mungkin pembaca sering melihat ikan
ini selalu dikibarkan pada Hari Anak-anak/こどもの日 (Kodomo no
hi) yang merupakan hari libur resmi di
Jepang yang jatuh pada tanggal 5 Mei
sebagai penutup bulan April dan pembuka bulan selanjutnya yaitu Mei. Pada
tanggal ini di Jepang ada hari perayaan bagi anak-anak yang memiliki jiwa
laki-laki, lho? kok cuma laki-laki? Perempuan gimana? jangan khawatir, yang perempuan juga di rayakan kok
tetapi di tanggal yang berbeda yaitu tanggal 3 Maret dan bukan terhitung hari libur.
Pada hari anak ini terdapat tradisi
yang sangat unik, salah satunya adalah memasang/mengibarkan didepan ataupun
diatas rumah mereka yang memiliki anak laki-laki sebuah Koinobori lengkap
(bendera berbentuk ikan mas). Koinobori ini terdapat beberapa warna dan arti
tersendiri, ada yang berwarna warni, hitam, merah, biru, hijau dan warna
lainnya.
Unsur-unsur pada Koinobori yaitu :
* Fukiganashi merupakan sarung angin
yang berhiaskan lima kain warna yaitu biru, merah, kuning, hijau dan putih yang
melambangkan unsur air, api, tanah, kayu dan logam. Menurut kepercayaan
masyarakat, Fukiganashi digunakan sebagai penangkal segala penyakit.
* Koinobori hitam (magoi),
melambangkan sosok seorang ayah, warna hitam bukan berarti ayahnya berkulit
hitam ya, melainkan memberi arti pada sosok ayah yang bertanggung jawa pada keluarganya.
* Koinobori merah (higoi), ukuran nya
lebih kecil dibandingkan magoi, koinobori ini melambangkan sosok seorang ibu
yang memiliki jiwa penyemangat serta cinta lahir maupun batin dalam menjaga dan
merawat keluarga baik itu ayah maupun anak laki-laki mereka, urutan kebawah
dari higoi ukurannya lebih kecil.
* Koinobori biru melambangkan putra
sulung.
* Koinobori hijau melambangkan putra
kedua, serta beberapa warna lainnya.
Asal Usul
Pada Buku Han Akhir yang merupakan
salah satu dari buku sejarah resmi Cina menceritakan tentang sebuah air terjun
di Sungai Kuning (Hanzi) yang alirannya sangat deras. Banyak ikan-ikan yang
berusaha keras memanjat air terjun tersebut, namun hanya Koi yang berhasil
memanjat dan HENSHIN! menjadi naga (bayangkan kalau ada 100 koi yang lolos,
bisa jadi 100 naga). Oleh karena itu, Koi yang berhasil menaiki air terjun
dijadikan simbol kesuksesan dalam hidup.
Tradisi ini dilakukan sejak
pertengahan zaman edo oleh kalangan para Samurai. Mereka memiliki tradisi
merayakan Tango no Sekku, dimana mereka membuat Koinobori dari kertas, kain
atau kain bekas yang dijahit dan digambari ikan Koi. Koinobori dibuat agar bisa
berkibar dan menggelembung jika tertiup angin.
Pada awalnya, orang Jepang hanya
mengibarkan Koinobori berwarna hitam yang disebut magoi (真鯉?).
Koi yang dikibarkan paling atas melambangkan putra sulung dalam keluarga.
Sebagai hiasan yang dibuat untuk meramaikan perayaan, koinobori warna lain juga
berangsur-angsur mulai dibuat dan semuanya melambangkan anak laki-laki dalam
keluarga. Sejak zaman Meiji, Koinobori berwarna merah yang disebut higoi (緋鯉?)
mulai dikibarkan untuk menemani Koinobori berwarna hitam. Tradisi pengibaran
Koinobori biru dimulai sejak zaman Showa. Ukuran Koinobori biru (kogoi, 子鯉)
lebih kecil dari Koinobori merah atau hitam dan melambangkan anak koi.
Pada zaman sekarang sering dijumpai
Koinobori warna hijau dan orange yang dimaksudkan sebagai anak-anak koi. Di
beberapa tempat di Jepang, koinobori bukan saja milik anak laki-laki. Koinobori
yang melambangkan adanya anak perempuan dalam keluarga juga ingin ikut
dikibarkan. Tersedianya koinobori warna cerah seperti oranye kemungkinan
ditujukan untuk keluarga yang memiliki anak perempuan.
Pada 1931, pencipta lagu Miyako Kondo
menulis lagu berjudul “Koinobori”. Dalam lirik lagu tersebut, koinobori yang besar dan
berwarna hitam adalah bapak koi dan koinobori berwarna lain yang lebih kecil
adalah anak-anak Koi. Konsep dari lirik lagu tersebut diterima secara luas di
tengah rakyat yang sedang di bawah pemerintahan militer.
Seusai Perang Dunia II, peran wanita
makin penting dan koinobori warna merah dipakai untuk melambangkan ibu koi.
Satu set koinobori akhirnya secara lengkap melambangkan keluarga yang utuh :
bapak, ibu dan putra-putrinya. Hingga kini, lagu “Koinobori” ciptaan Miyako Kondo tetap dinyanyikan anak-anak, namun
liriknya tetap sama seperti ketika diciptakan pada tahun 1931.
Berkibarnya Koinobori, Lambang
Perayaan Hari Anak Laki-laki di Jepang sudah menjadi pemandangan langka di
kota-kota besar di Jepang. Makin sedikitnya keluarga di Jepang yang memiliki
anak kecil mungkin menjadi penyebabnya. Selain itu, penduduk kota besar tidak
lagi tinggal di kompleks perumahan, melainkan di apartemen (mansion) yang tidak
memiliki halaman untuk mengibarkan koinobori.
Source :http://www.kampoenglampion.com/2014/10/koinobori-lambang-perayaan-hari-anak.html