Kakek Pemekar Bunga (花咲か爺さん Hanasaka Jiisan) atau dikenal
dengan judul Hanasaka Jiijii (花咲か爺) adalah cerita rakyat Jepang tentang
sepasang kakek-nenek yang baik hati dan seekor anjing berwarna
putih pembawa keberuntungan. Sepasang suami-istri tetangga yang serakah juga
ingin mendapat keberuntungan yang sama, tetapi ketamakan keduanya selalu
berakhir dengan kemalangan.
Cerita
ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris pada tahun 1871. Algernon
Bertram Freeman-Mitford memasukkannya ke dalam buku Tales of Old Japan dengan judul
“The Story of the Old Man Who Made Withered Trees to Blossom”. Pdt. David
Thomson menerjemahkannya sebagai The
Old Man Who Made the Dead Trees Blossom untuk Seri Dongeng
Jepang Hasegawa Takejirou pada
tahun 1885. Andrew Lang menerjemahkannya
sebagai “The Envious Neighbor” dalam The Violet Fairy Book, dan menuliskan sumbernya sebagai
dongeng Jepang (Japanische Marchen).
Cerita
Sepasang
kakek-nenek yang baik hati memungut seekor anak anjing berwarna putih, dan
membesarkannya seperti membesarkan anak sendiri. Pada suatu hari, anjing itu
menggonggong sambil menggali-gali tanah di ladang. “Gali di sini, guk, guk!”
begitu kata anjing itu hingga membuat kakek terkejut. Dengan memakai cangkul,
kakek menggali di tempat yang ditunjukkan oleh anjingnya. Di tempat yang digali
ternyata ditemukan uang keping emas. Kakek dan nenek begitu bahagia dan juga
membagi-bagikan barang yang dibelinya kepada para tetangga.
Keberhasilan
kakek dan nenek membuat iri sepasang suami-istri tetangga. Keduanya dengan
paksa menyeret anjing milik kakek-nenek. Anjing itu disiksa agar mau
menunjukkan lokasi harta. Namun setelah tempat yang ditunjukkan digali, di
tempat itu hanya ditemui barang rongsokan yang tidak berguna. Keduanya menjadi
sangat marah, dan memukul anjing itu dengan cangkul hingga mati. Kakek-nenek
pemilik anjing juga dimaki-maki.
Kakek
dan nenek yang baik hati merasa sangat sedih karena anjing itu dulunya
dibesarkan seperti membesarkan anak sendiri. Anjing itu lalu dikubur di halaman
rumah, dan dibuatkan sebuah makam untuknya. Sebatang pohon ditanam di sisi
makam untuk melindunginya dari angin dan hujan. Pohon ternyata tumbuh dengan
cepat, dan menjadi sangat besar hanya dalam beberapa tahun. Dalam mimpi, kakek
dan nenek melihat anjing itu hidup kembali. “Tebang pohon itu, dan buatkan aku
sebuah lesung”, begitu pintanya. Permintaan anjing itu dituruti. Keduanya
kemudian membuat sebuah lesung dari kayu pohon yang tumbuh di sisi makam
anjing. Dengan memakai lesung itu, kakek dan nenek menumbuk ketan untuk dibuat
mochi. Ketika selesai ditumbuk, mochi berubah menjadi kepingan emas yang
berlimpah-limpah.
Suami-istri
tetangga kembali menjadi iri hati. Lesung mereka pinjam dengan paksa. Namun
ketika dipakai, lesung itu bukan menghasilkan emas, melainkan kotoran yang bau.
Keduanya menjadi sangat marah. Lesung dibelah-belah dengan kapak menjadi kayu
bakar. Abu hasil pembakaran lesung diambil oleh kakek-nenek yang bermaksud
mengupacarainya. Dalam mimpi, anjing itu kembali muncul, dan meminta agar
abunya disebarkan ke pohon sakura yang sudah mati. Kakek-nenek mengikuti pesan
itu. Secara ajaib, pohon sakura yang telah ditebari abu segera berbunga.
Seorang daimyo yang kebetulan lewat, takjub dengan keindahan bunga sakura yang
sedang mekar. Kakek dan nenek dipujinya. “Ayo kita mekarkan bunga di pohon yang
sudah kering!” kata daimyo. Suami-istri yang tamak ingin pula dipuji. Keduanya
ikut menaburkan abu ke atas pohon, tapi bukan bunga yang mekar. Abu yang
ditebarkan malah masuk ke mata daimyo yang sedang berada di bawah pohon.
Tetangga yang tamak akhirnya dihukum karena bertindak kurang ajar.
Jadi,
menurut minna, pesan moral dari cerita ini apa? :D
Source
: https://id.wikipedia.org/wiki/Kakek_Pemekar_Bunga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar